Minggu, 05 Agustus 2012

Lima Asing, Empat Terdepak, Satu Bertahan

Wearemania.net - Meski pengumuman pemain masih belum dilakukan oleh manajemen. Dilansir dari Radar Malang hari ini, bakal ada empat pemain asing Arema Indonesia yang bakal tersingkir dan tidak diperpanjang kontraknya. Sehingga hanya akan ada satu pemain asing yang bertahan musim depan. Itulah kabar yang beredar dari tim Singo Edan, Arema Indonesia.
Dari lima pemain yang dimiliki tim kebanggaan Arek Malang ini, manajemen memberikan sinyal akan melakukan perombakan besar-besaran komposisi pemain asing untuk kompetisi musim depan.
Dari informasi yang dilansir dari Radar Malangsatu nama yang akan bertahan adalah pemain Singapura, Muhammad Ridhuan. Pemain yang sudah ingin tinggal di Malang ini memang tidak dikenal neko-neko. "Saya sendiri ingin tinggal di Malang, dikontrak berapapun saya santai yang penting pas, dan saya ingin merasakan kenyamanan bermain," kata Ridhuan kepada WEAREMANIA di awal putaran kedua ketika baru saja bergabung dengan Arema Indonesia usai hengkang dari IPL.
"Kemungkinan besar hanya Muhammad Ridhuan yang tetap di Arema," ungkap sumber tersebut.
Apabila kabar tersebut memang benar, maka musim depan nama-nama seperti Seme Pierre Patrick, Steve Hesketh, Alain N'Kong hingga Herman Dzumafo Epandi bisa dipastikan tak lagi berada di Singo Edan.
Yang mengejutkan tentu saja nama terakhir, Herman Dzumafo. Didatangkan dari PSPS Pekanbaru pada putaran kedua kompetisi, Dzumafo menjelma menjadi predator utama lini depan Arema dengan enam golnya sepanjang putaran kedua. Meski perolehan tersebut menurun dibandingkan putaran pertama, namun tak dapat dipungkiri, kontribusi Dzumafo sangat besar musim lalu.
Lantas apa yang menyebabkan nama Dzumafo masuk dalam daftar pemain yang tidak akan dipertahankan manajemen? Tampaknya yang menjadi ganjalan terberat adalah nilai kontrak yang diminta oleh Dzumafo tak sesuai dengan bujet dari manajemen.
Menurut informasi, Dzumafo mematok kontrak Rp 1.5 miliar untuk musim depan, sementara manajemen hanya mampu memberi penawaran Rp 1,1 miliar saja.
Selentingan kabar ini belum tentu benar, karena manajemen masih belum mengumumkan skuat yang diperpanjang ataupun tidak. Begitu pula dengan nama-nama pemain baru yang belum diumumkan secara resmi kemarin. Dan mungkin saja penurunan nilai kontrak bisa menjadikan pemain asing itu bakal tetap bertahan di Arema.
"Keputusan belum final, masih ada debat pemikiran antar manajemen terkait siapa yang bakal bermain di Arema musim depan, mohon maaf kepada Aremania dan semua stakeholder sepakbola di Malang karena kami melakukan penundaan pengumuman. Namun bakal kami umumkan secepatnya paling tidak seminggu lagi," tutur Sudarmaji media officer Arema kepada WEAREMANIA kemarin.
"Posisi pemain belum ditentukan. Terutama di lini depan dan tengah, kami masih belum bisa menemui putusan yang pas. Pemain-pemain yang bertahan, yang akan dilepas, dan yang akan kami rekrut, komposisinya masih belum bisa kami putuskan," sambungnya.

Nilai kontrak pemain Arema Naik

Wearemania.net - Molor hingga dua kali pengumuman hasil evaluasi yang dilakukan oleh manajemen tentu menjadi tanda tanya. Meski pikiran positifnya adalah kita sebagai Aremania tetap berdiri di tribun memberikan dukungan kepada tim kebanggaan Singo Edan dan berharap manajemen punya pemikiran panjang sebelum mengontrak/mencoret pemain.
Selentingan kabar jika molornya hasil evaluasi karena pemain lama melakukan revisi kontraknya dibandingkan sebelumnya. Terutama kepada legiun asingnya. Meski ada empat pemain yang 'katanya' bakal dilepas. Tetapi melepaskan kegarangan Herman Dzumafo ke klub lain bukan perkara yang enak. Maklum tukang gedor Arema yang baru setengah musim membela Arema itu merupakan sosok goalgetter handal.
Disinyalir, pemain yang juga kapten itu meminta nilai kontrak sebesar Rp 1,5 miliar sementara manajemen hanya menyanggupi Rp 1,1 miliar. Herman Dzumafo sendiri ketika kami konfirmasi lebih lanjut dirinya masih di Pekanbaru dan sangat mungkin bisa melakukan normalisasi kontrak tanpa menyebut angka kepada WEAREMANIA. "Saya masih santai di Pekanbaru," tuturnya singkat.
Sementara itu, dari keterangan media officer Arema. Molornya pengumuman itu dikarenakan hingga kini manajemen masih belum bisa menemukan komposisi yang pas terutama di lini depan dan tengah Arema.
"Mengenai itu (belum ada titik temu dengan Dzumafo) kami belum bisa membeberkannya. Tapi yang jelas, kami memang belum sepakat mengenai komposisi tim yang salah satunya di lini depan. Dan juga kami tidak ingin jor-jor-an untuk urusan rekrut pemain. Kalau ada yang lebih bagus dan murah, tentu kami jatuhkan opsi merekrut pemain itu. Hal inilah yang jadi bahasan saat ini, menyaring kualitas dan harga pemain," kata Sudarmaji, Sabtu (4/8/2012).
Mengenai nasib legiun asing, Sudarmaji menuturkan semuanya mempunyai peluang. Dalam arti berpeluang tetap bertahan atau kami lepas. Indikatornya ada ddua, kontribusi dan harga, tukasnya.
Memang benar, manajemen tidak perlu jor-joran harga. Tidak semua tim di Indonesia yang mengumpulkan pemain bintang bisa merasakan efek menjadi juara Indonesia. Karena dari tim sepakbola adalah rasa kekompakaan sesama disertai racikan strategi yang handal akan menyebabkan tim itu kuat. Yang jelas manajemen sudah berusaha membuat Arema musim depan tetap berkarakter juara, itu yang penting.

Sabtu, 04 Agustus 2012

RIVALITAS

Tahun 1988 lahirlah Yayasan Arema Fans Club (AFC) yang didirikan oleh Ir. Lucky Acub Zaenal. Yayasan ini hadir sebagai basis kelompok suporter dari Yayasan PS Arema yang didirikan setahun sebelumnya. Tahun pertama AFC berdiri dipimpin oleh Ir. Lucky Acub Zaenal dengan 13 korwil (koordinator wilayah) yang ada dibawahnya. Keberadaan AFC yang begitu formal dan eksklusif membuat kalangan suporter yang berasal dari kelas bawah tidak mampu menjangkau organisasi tersebut. AFC sendiri pada akhirnya belum mampu menciptakan kerukunan antar-suporter di Malang, sehingga harus dibubarkan pada tahun 1994.

Kondisi chaos dalam kota, dimana sering terjadi perselisihan antar-geng yang berlanjut ke dalam stadion membuat kota Malang menjadi sepi di kala Arema bertanding. Banyak toko-toko dan warung-warung tutup, bahkan hingga mengunci pintu dan jendela. Beberapa narasumber bahkan menceritakan bahwa ketika itu seorang suporter membawa batu, pentungan, dan golok adalah hal biasa . AFC yang belum mampu menyatukan elemen-elemen suporter yang ada di Malang akhirnya membubarkan diri. Menjelang bubarnya AFC, beberapa suporter sepakbola Malang berkumpul dan mendiskusikan mengenai Aremania. Beberapa nama seperti Handoko, Yuli Sumpil, Ovan Tobing, Leo Kailola, dan Lucky Acub Zaenal yang merupakan pentolan dari beberapa kelompok suporter PS Arema di Malang berkumpul dan mengambil keputusan bahwa Aremania didirikan dalam sebuah organisasi non-formal (tanpa bentuk) tetapi terus menjaga persatuan dan sportivitas. Sehingga sejak saat itu tidak ada ketua resmi dari Aremania.

Ketiadaan ketua bukan berarti menimbul perpecahan dalam Aremania. Kultur masyarakat Malang yang egaliter membangun kebersamaan dalam ketiadaan struktur organisasi tersebut. Prinsip “sama rata, sama rasa, satu jiwa” yang dimiliki oleh warga Malang menjadikan Aremania menjadi kelompok suporter yang memiliki kekompakan dan persatuan yang kuat. Rasa egaliter pula yang membuat Aremania kompak dan mudah dikendalikan oleh Yuli dan Kepet, dirigen Aremania saat ini.

Titik balik Aremania terjadi pada tahun 1993, pasca PS Arema menjuarai kompetisi Galatama PSSI. PS Arema yang pada tahun-tahun sebelumnya belum memiliki begitu banyak pendukung, mendapatkan perpindahan pendukung begitu banyak dari Ngalamania. Kedewasaan arek Malang akan dampak negatif dari anarkisme membawa dampak positif bagi perjalanan Aremania selanjutnya. Aremania lalu mempelopori untuk selalu hadir mengawal pertandingan Arema di kandang lawan. Dimulai dari Cimahi pada tanggal 31 Mei 1995, Aremania selalu mengikuti kemanapun Arema pergi dan mendukung sembari menularkan virus suporter damai kepada elemen-elemen suporter lawan.

Bulan Mei 1996 Aremania berani untuk melakukan lawatan ke stadion ‘musuh abadi’ untuk mendukung Arema dan menularkan virus perdamaian ke Bonek yang menjadi elemen suporter Persebaya. Aremania datang dengan pengawalan dari DANDIM Kota Malang pada pertandingan yang disaksikan oleh para petinggi PSSI dan gubernur Jawa Timur, dimana mereka menunjukkan eksistensi perdamaian yang dibawanya. Stadion Tambaksari yang dikenal ‘biadab’ karena jarangnya suporter lawan yang berani memasuki stadion tersebut akibat tekanan, intimidasi, kerusuhan, dan provokasi Bonek menjadi saksi eksistensi Aremania .

Rivalitas Malang Surabaya
Berbicara masalah persaingan dan rivalitas dua elemen suporter di Jawa Timur ini, maka kita tidak dapat mengesampingkan sejarah dan kultur sosial masyarakat masing-masing kota. Malang yang secara demografis adalah sebuah kota yang ada di pinggiran gunung, dimana pembangunan-pembangunan yang dilakukan sejak pemerintahan kolonial Hindia Belanda hingga zaman Orde Baru membawa kemajuan yang sangat pesat bagi kota ini. Kemajuan yang membuat masyarakatnya merasa mampu untuk menyaingi kota metropolitin sekelas Surabaya. Surabaya yang selalu dianggap ‘number one’ dalam berbagai kondisi membuat masyarakat Malang tidak terima dan menganggap arek Suroboyo adalah saingan utama mereka. Dalam tataran propinsi misalnya, dimana Malang merupakan kota kedua setelah Surabaya. Hal ini memicu kecemburuan sosial yang sangat tinggi oleh arek Malang terhadap arek Suroboyo .

Kondisi ‘tidak mau kalah’ ini membuat suhu konflik Malang-Surabaya begitu panas. Begitu juga dengan sepakbola, dimana suporter asal Malang selalu berusaha menyaingi suporter asal Surabaya. Arek Suroboyo sudah lama memiliki sifat bondho nekat, dimana pernah mereka aplikasikan dalam upaya melawan tentara sekutu dalam pertempuran 10 November 1945. Sifat bondho nekat yang masih menjadi kultur masyarakat Surabaya modern juga terbawa dalam sepakbola. Pada akhirnya, bondho nekat ini menjadikan suporter Surabaya saat itu terkesan brutal dan anarkis, seperti halnya Hooligans di daratan Eropa.

John Psipolatis pernah menyinggung akan perbedaan ‘suporter brutal’ dan ‘hooligan’ dalam kajiannya tentang sepakbola Indonesia. Ia menyatakan bahwa untuk di Indonesia lebih sesuai dengan sebutan ‘suporter brutal’, karena mereka datang ke stadion untuk menikmati pertandingan dan sesudahnya membuat onar. Sementara ‘hooligan’ belum pantas disandang oleh suporter di Indonesia karena Hooligan datang dengan niat untuk membuat kerusuhan tanpa menikmati pertandingan sepakbola.

Konflik dalam hal sepakbola dimulai sejak tahun 1967, dimana terjadi kerusuhan dalam pertandingan Liga Perserikatan antara Persebaya Surabaya melawan Persema Malang di Surabaya. Kondisi ini dibalas oleh arek-arek Malang dalam pertandingan Persema Malang melawan Persebaya Surabaya di Malang. Akhirnya, konflik suporter yang merupakan pertarungan geng Malang-Surabaya ini terus berlanjut pada tahun 70’an. Periode 80’an menjadi puncak ketegangan antara Bonek dan Ngalamania, dimana tahun 1984 terjadi ‘Perang Badar’ antara Ngalamania dengan Bonek. Peperangan yang terjadi antara Arek Malang dan Arek Suroboyo itu membuat Presiden Soeharto kala itu menyikapinya dengan ucapan “kalau sepakbola membuat persatuan hancur, lebih baik tidak usah”.

Rivalitas Bonek – Aremania
Berdirinya Armada 86 hingga berevolusi menjadi PS Arema pada tahun 1987 membuat konflik semakin memanas. Dalam kompetisi Perserikatan, Persema dan Persebaya sudah memanaskan suhu konflik antar-suporter di Jawa Timur. Dengan hadirnya Arema yang mengikuti kompetisi Galatama, suhu itu kian memanas dengan rivalitas Arema dan Niac Mitra Surabaya. Semifinal Galatama tahun 1992 yang mempertandingkan PS Arema Malang melawan PS Semen Padang di stadion Tambaksari Surabaya menghadirkan awalan baru sejarah konflik Aremania-Bonek. Arek Malang (saat itu belum bernama Aremania) membuat ulah di Stasiun Gubeng pasca kekalahan Arema Malang dari Semen Padang. Kapolda Jatim saat itu akhirnya mengangkut mereka dalam 6 gerbong kereta api untuk menghindari kerusuhan dengan Bonek.

Kejadian di Stasiun Gubeng itu membuat panas Bonek yang ada di Surabaya. Tindakan balasan mereka lakukan dengan mencegat dan menyerang rombongan Aremania pada akhir tahun 1993 saat akan melawat ke Gresik. Peristiwa ini dibalas oleh Aremania pada tahun 1996 dengan melakukan lawatan ke Stadion Tambaksari dengan pengawalan ketat DANDIM. Keberanian Aremania untuk hadir di Stadion Tambaksari kala pertandingan Persebaya melawan Arema saat itu telah membuat Bonek tidak bisa berbuat apa-apa dan harus menahan amarah mereka dengan cara menghina Aremania lewat kata-kata saja. Hal ini karena pertandingan tersebut disaksikan oleh para petinggi PSSI dan gubernur Jawa Timur saat itu, serta pengawalan ketat DANDIM kota Malang terhadap Aremania. Bagi Aremania, hal ini sudah sangat mempermalukan Bonek dengan datang langsung ke jantung pertahanan lawan sembari menunjukkan kesantunan Aremania dalam mendukung tim kesayangan. Semenjak itulah tidak ada kata damai dari Bonek kepada Aremania, dan Aremania sendiri juga menyatakan siap untuk melayani Bonek dengan kekerasan sekalipun.

Kejadian ini dibalas oleh Bonek di Jakarta pada tahun 1998. Tanggal 2 Mei 1998 dimana Aremania akan hadir dalam pertandingan Persikab Bandung vs Arema Malang, Aremania yang baru turun dari kereta di Stasiun Jakarta Pasarsenen diserang oleh puluhan Bonek. Ketika itu rombongan Aremania yang berjumlah puluhan orang menaiki bus AC yang sudah disiapkan oleh Korwil Aremania Batavia. Di tengah jalan, belum jauh dari Stasiun Pasarsenen tiba-tiba bus yang ditumpangi Aremania dihujani batuan oleh Bonek. Untuk menghindari jatuhnya korban, rombongan Aremania langsung turun dari bus untuk melawan Bonek yang menyerang mereka. Bahkan Aremania sampai mengejar-ngejar Bonek yang ada di Stasiun Pasarsenen. Tindakan Aremania ini mendapat applaus dari warga setempat, sehingga Bonek harus mundur meninggalkan area Stasiun Pasarsenen.

Kondisi rivalitas yang begitu panas antara Aremania dan Bonek membuat keduanya menandatangi nota kesepakatan bahwa masing-masing kelompok suporter tidak akan hadir ke kandang lawan dalam laga yang mempertemukan Arema dan Persebaya. Nota kesepakatan yang ditandatangani oleh Kapolda Jatim bersama kedua pemimpin kelompok suporter tersebut ditandatangani di Kantor Kepolisian Daerah Jawa Timur pada tahun 1999. Semenjak tahun 1999, maka kedua elemen suporter ini tidak pernah saling tandang dalam pertandingan yang mempertemukan kedua klub kesayangan masing-masing.

Tetapi nota kesepakatan itu tidak mampu meredam konflik keduanya. Tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulan Mei 2001 menunjukkan masih adanya permusuhan kedua elemen ini. Kala itu pertandingan antara tuan rumah Gelora Putra Delta (GPD) Sidoarjo melawan Arema Malang di Stadion Delta Sidoarjo dalam lanjutan Liga Indonesia VII. Karena dekatnya jarak Surabaya-Sidoarjo membuat sejumlah Bonek hadir dalam pertandingan tersebut. Menjelang pertandingan dimulai, batu-batu berterbangan dari luar stadion menyerang tribun yang diduduki oleh Aremania. Kondisi ini membuat Arema meminta kepada panpel untuk mengamankan wilayah luar stadion. Karena lemparan batu belum berhenti membuat Aremania turun ke lapangan, sementara di luar stadion justru terjadi gesekan antara Bonek dengan aparat. Turunnya Aremania ke lapangan pertandingan membuat pertandingan dibatalkan. Terdesaknya aparat keamanan yang kewalahan menghadapi Bonek membuat Aremania membantu aparat dengan memberikan lemparan balasan ke arah Bonek. Aremania pun harus dievakuasi keluar stadion dengan truk-truk dari kepolisian.

Kejadian rusuh yang berkaitan antara Aremania dengan Bonek masih berlanjut pada tahun 2006. Kekalahan Persebaya Surabaya atas Arema Malang di stadion Kanjuruhan dalam laga first leg Copa Indonesia membuat kecewa Bonek di Surabaya. Seminggu kemudian, kegagalan Persebaya Surabaya mengalahkan Arema Malang di stadion Gelora 10 November Tambaksari Surabaya membuat Bonek mengamuk. Laga yang berkesudahan 0-0 ini harus dihentikan pada menit ke-83 karena Bonek kecewa dengan kekalahan Persebaya dari Arema Malang. Kekecewaan ini mereka lampiaskan dengan merusak infrastruktur stadion, memecahi kaca stadion, dan merusak beberapa mobil dan kendaraan bermotor lain yang ada di luar stadion. ANTV yang menayangkan pertandingan tersebut meliputnya secara vulgar, bahkan berkali-kali menunjukkan gambar rekaman mengenai mobil ANTV yang dirusak oleh Bonek. Aremania menyikapi hal ini dengan menyerahkannya secara total kepada pihak berwajib dan PSSI.

Rivalitas keduanya tidak hanya hadir lewat kerusuhan dan peperangan, tetapi juga dengan nyanyian-nyanyian saat mendukung tim kesayangannya. Bonekmania, di kala pertandingan Persebaya melawan tim manapun, pasti akan menyanyikan lagu-lagu yang menghina Arema dan Aremania. Lagu-lagu yang menyebutkan Arewaria, Arema Banci, Singo-ne dadi Kucing, dan beberapa lagu lain kerap mereka nyanyikan di Stadion Gelora 10 November Tambaksari Surabaya. Hal yang sama juga dilakukan oleh Aremania, dimana lagu-lagu anti-Bonek juga mereka kumandangkan kala Arema menghadapi tim lain di Stadion Kanjuruhan. Bahkan persitiwa terbaru adalah tersiarnya kabar mengenai dikepruknya mobil ber-plat N ketika malam tahun baru di Surabaya oleh pemuda berkaos hijau (oknum Bonek?).

Atmosfir Malang – Surabaya
Seperti yang ditulis oleh Feek Colombijn dalam View from The Periphery: Football in Indonesia, dimana ia menyebut bahwa dinamika suporter di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa. Kultur Jawa yang mengutamakan keselarasan dalam harga diri, dimana penolakan yang amat sangat terhadap hal yang bisa mempermalukan diri sendiri, menjadi faktor utama konflik antar suporter di Indonesia. Kultur Jawa yang menghindar dari konflik dan tidak mau dipermalukan menjadi semacam dari anti-thesis dari sepakbola yang harus siap sedia untuk dipermalukan. Tetapi kultur Jawa pula yang memicu reaksi apabila penghinaan itu terjadi di depan umum dan sangat memalukan, maka ekspresi kemarahan dan anarkisme yang muncul untuk menjaga wibawa dan harga diri.

Kondisi ini yang memicu atmosfir panas Malang–Surabaya. Geng pemuda asal Malang yang dibantai oleh Bonek di tahun 1967 memicu perasaan dendam dari Arek Malang. Belum lagi persoalan rivalitas “number one”, dimana dalam level propinsi posisi Malang masih dibawah Surabaya. Sifat tidak terima Arek Malang menjadi nomor dua dibawah Arek Suroboyo ini membuat keduanya susah berjabat tangan. Persaingan atas dasar pride ini berlanjut pasca melorotnya prestasi Persema Malang, dimana Arema mengambil alih posisi rivalitas Malang-Surabaya tersebut.

Pergulatan harga diri ini terlihat jelas ketika Aji Santoso pindah dari Arema ke Persebaya, akhirnya Aji Santoso pun dianggap pengkhianat oleh Aremania. Ketika Aji Santoso ingin kembali ke Malang, ia pun harus melalui begitu banyak tim sebelum akhirnya mengakhiri karirnya bersama Arema Malang. Ahmad Junaedi pun menjadi korban rivalitas Aremania-Bonek. Ketika Ahmad Junaedi sudah menjadi bintang sepakbola nasional dan dibeli Surabaya, maka ketika Persebaya menawarkan Ahmad Junaedi untuk kembali ke Arema pun ditolak oleh Aremania. Akhirnya Arema pun lebih memilih untuk mengasah bakat Johan Prasetyo daripada memakai tenaga Ahmad Junaedi . Dalam hal simbol pun tantangan kepada Bonek juga dikumandangkan. Dengan pemilihan simbol singa menunjukkan bahwa di belantara Jawa Timur Arema ingin menjadi nomor satu, diatas Ikan Sura dan Buaya.

Arema menjadi identitas resistensi daerah terhadap pusat (Surabaya) , dimana melalui dialek jawa timur dengan tatanan huruf yang dibalik pada osob kiwalan khas Malang seolah menunjukkan bahwa Arema menjadi identitas kultural masyarakat Malang. Selain itu Arema juga merupakan pemersatu warga kota Malang yang sebelumnya terpecah pada beberapa desa/wilayah/daerah. Arek Malang selalu berusaha membedakan dirinya dengan arek Suroboyo. Ketika arek Suroboyo itu bondho nekad, maka arek Malang itu bondho duwit. Ketika Bonek itu suka membuat kerusuhan, maka Aremania ingin menyebarkan virus perdamaian. Konflik identitas juga menjadi lahan rivalitas kedua kubu suporter besar Jawa Timur ini.


Kapitalisme Sepakbola
Secara disadari atau tidak, fanatisme dan pertarungan kedua elemen suporter ini menjadi makanan empuk bagi kapitalisme. Sepakbola boleh jadi hari ini tidak hanya berbicara masalah sportivitas dan kesehatan, tetapi juga merambah dalam dunia politik dan ekonomi. Industri sepakbola menjadi salah satu bisnis yang menguntungkan bagi pengusaha-pengusaha kelas kakap hari ini, tentu dengan syarat mereka bisa mengendalikan iklim sepakbola itu sendiri.

Dalam hal konflik suporter di Jawa Timur, boleh jadi media massa menjadi provokator dalam berbagai peristiwa persepakbolaan di Jawa Timur. Sebagai contoh Jawa Pos misalnya, dimana secara eksplisit menyatakan keberpihakannya kepada Persebaya Surabaya. Dapat dimaklumi sebenarnya apabila melihat kantor redaksi yang berada di Surabaya serta posisi penting para pengurus Jawa Pos dalam kepengurusan Persebaya Surabaya. Dalam beberapa tulisan yang ada, Jawa Pos selalu menampilkan porsi lebih kepada Persebaya, bahkan tidak jarang dukungan kepada Bonek selalu mereka tuliskan dalam berita-beritanya.

PT Bentoel Prima Tbk yang pernah mengakuisisi Arema juga merasakan betul dampak menguntungkan bisnis sepakbola yang mereka bangun. Walaupun menghadapi hambatan begitu banyak dari pesaingnya , tetapi secara materiil PT Bentoel Prima Tbk mengalami keuntungan yang begitu besar dari sekedar pasang tulisan bentoel-arema di kaos para pemain Arema.

Bisnis sepakbola inilah yang sedang menguasai persepakbolaan modern hari ini. Di belahan dunia manapun, modernisasi sepakbola diikuti dengan berkembang pesatnya industri sepakbola. Dalam buku How Soccer Explains The World: An Unlikely Theory of Globalization, Franklin Foer menuliskan bahwa virus globalisasi telah merasuk kian dalam ke dunia sepakbola, dan faktor pride (kebanggaan/fanatisme) menjadi faktor ekonomi yang sangat menguntungkan bagi para kapitalis-kapitalis besar.

Kesimpulan
Modernisasi dalam sepakbola secara tidak langsung diikuti oleh berkembangnya kapitalisme dalam ranah sepakbola. Seolah-olah menjadi kapitalis adalah syarat mutlak untuk mengembangkan sebuah persepakbolaan dalam negeri. Melihat realitas di lapangan, bukan tidak mungkin hal diatas benar adanya. Karena ketika mengembangkan sepakbola tanpa sokongan dana yang kuat tentu akan membuat sebuah badan, klub, atau kompetisi menjadi rontok. Hanya saja kekhawatiran muncul ketika suporter sepakbola dijadikan obyek untuk mengkapitalisasi sepakbola tadi, dimana pada akhirnya suporter sepakbola juga yang dipermasalahkan.

Terkadang, berdasarkan perbincangan dengan kawan-kawan pemerhati sepakbola nasional, kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di lapangan selalu diawali orang orang yang tidak jelas siapa pelakunya. Sebagai contoh ketika terjadi kerusuhan di Madiun, baik Aremania dan Laskar Sakera (pendukung Persekabpas Pasuruan) tidak tahu menahu siapa yang memulai melempari batu-batu ke arah penonton. Tetapi karena yang hadir di stadion saat itu adalah Aremania dan Laskar Sakera, tentu pada akhirnya bentrok fisik tidak dapat dihindari. Efek pasca kejadian hari itu adalah banyaknya toko-toko yang tutup di Madiun, image PT Bentoel Arema Tbk juga tercoreng, dan entah mengapa beberapa hari sesudahnya media massa begitu laku di pasaran.

Begitu pula yang terjadi saat kerusuhan Bonek di Stadion Gelora 10 November di Surabaya beberapa tahun lalu. Dimana mau tidak mau Aremania harus mengakui bahwa kemenangan PS Arema atas Persebaya Surabaya hari itu cukup kontroversial, ada kesan wasit memihak Arema. Kemenangan 2-1 untuk Arema pun harus dibayar mahal dengan perusakan stadion dan beberapa fasilitas umum beserta kendaraan pribadi oleh Bonek yang menonton hari itu.

Begitu banyaknya tangan-tangan tak terlihat yang bermain-main diatas konflik suporter tentunya harus diwaspadai oleh Aremania maupun Bonek. Jangan sampai begitu banyak orang mati sia-sia saat pertempuran kedua suporter tersebut ternyata hanya menjadi ‘mainan globalisasi’ oleh segelintir orang yang ingin mengambil keuntungan didalamnya. Untuk itulah perlunya melihat kembali sejarah konflik antar kedua elemen suporter ini, supaya kejadian-kejadian negatif dapat diminimalisir dan era baru yang lebih damai dapat tercipta.

Kultur masyarakat Jawa yang melingkupi konflik Aremania-Bonek seharusnya bukan menjadi kambing hitam atas berbagai peristiwa yang terjadi. Sudah seharusnya dua elemen suporter yang sudah dikenal akan militansinya ini berdamai dan menciptakan suasana kondusif dalam persepakbolaan nasional. Sudah saatnya baik Aremania maupun Bonek untuk mendewasakan diri dengan melihat dari kacamata modernisasi dan sportivitas dalam mendukung tim kesayangannya. Tidak ada salahnya Bonek turut bergabung dalam usaha mewujudkan suporter Indonesia damai, sehingga mampu membuat suasana stadion begitu damai dan orang tidak perlu takut untuk menyaksikan secara langsung pertandingan sepakbola di tanah air.



“Cita-cita saya, pagar besi pembatas tribun dengan lapangan nanti tidak perlu ada lagi. Jadi kita menonton sepakbola dengan enak, tidak ada perkelahian, tidak ada suporter yang mengganggu pemain. Saya juga ingin semua golongan bisa bersatu di sini. Kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, Cina atau bukan Cina, pejabat atau orang biasa, Islam atau Kristen, di sini semuanya bisa sama,”
Yuli Sumpil – Dirigen Aremania

Aremania VS Bonek

Dalam sejarah sepak bola dimana saja, yang namanya permusuhan "mendarah daging" antar suporter pasti ada. Sebut saja seperti La Viola vs Juventini atau suporter Blackburn vs fans Manchester United. Di Indonesia pun, permusuhan antar suporter yang mendarah daging itu juga ada lo Ngalamers, salah satunya yakni Aremania vs Bonek. Aremania yang merupakan pendukung setia Arema Indonesia dan Bonek (suporter Persebaya Surabaya), dikenal seringkali berseteru sampai seakan-akan istilah "damai" akan cukup tabu untuk diharapkan terjadi diantara keduanya. Hal ini bisa sangat jelas dilihat ketika Kapolda Jawa Timur sampai turun tangan untuk mengambil kebijakan yang menegaskan kalau misal tim Arema tengah bertandang ke Surabaya untuk pertandingan, maka Aremania dilarang keras untuk ikut datang ke Surabaya. Begitupun sebaliknya, saat Persebaya Surabaya bertanding ke Malang, Bonek dilarang keras untuk menginjakkan kaki di Kota Malang ini.
Tentulah setiap perseteruan atau selisih paham selalu diawali dengan sebuah kisah dan alasan. Begitu pula dengan perseteruan yang terjadi diantara dua suporter yang sangat eksis dan terkenal di Nusantara itu. Lantas, tahukah Ngalamers apa yang mendalangi permusuhan antara Aremania dengan Bonek tersebut? - Berikut adalah beberapa opini yang berhasil HaloMalang kumpulkan dari beberapa sumber terkait pembahasan ini.
1. Tawuran saat ada konser di Tambaksari. Kejadian pertama bermula saat ada konser Kantata Takwa di Tambaksari, Surabaya pada 23 Januari 1990. Tepat sekitar 30 menit pertama saat konser dimulai, di depan panggung mulai 'dikuasai' arek-arek Malang. Mereka bersorak meneriakkan "Arema.. Arema.. Arema..". Arek-arek Surabaya yang kebetulan menjadi tuan rumah pun harus minggir dan 'terkalahan'. Namun tidak lama kemudian, arek-arek Surabaya kembali dengan membawa rombongan lebih banyak lagi dan berusaha 'memukul mundur' arek-arek Malang hingga keluar dari Tambaksari. Di luar stadion, tawuran pun tak terelakkan dan terus berlanjut sampai di Stasiun Gubeng, Ngalamers. Tawuran serupa juga kembali terjadi di bulan Juni 1992 pada konser Sepultara yang kebetulan juga diadakan di Tambaksari. Saat itu, arek Surabaya sudah siap menguasai depan panggung mulai awal. Arek Malang bahkan langsung dihalau begitu masuk Tambaksari. Tak lama kemudian, tawuran pun kembali terjadi.
2. Pemberitaan media yang dianggap tidak adil. Kecemburuan suporter Malang pada pemberitaan media yang ada di Jawa Timur (Jatim) kala itu. Hal itu dipicu dengan sangat kecilnya pemberitaan di media ketika Arema atau Persema Malang menang dalam pertandingan. Sementara pemberitaan Persebaya sangat besar dan hampir selalu menjadi headline meski klub yang didukung Bonek itu hanya melakukan latihan rutin atau sekedar mengisi waktu senggang.
3. Pendahulu Persebaya yang sangat meremehkan Malang. Pendahulu Persebaya seperti H. Barmen dan Mudayat cukup dikenal sangat meremehkan dan merendahkan tim-tim Malang. Mereka mengatakan kalau tidak akan ada ceritanya Persebaya bisa dikalahkan tim-tim asal Malang, menahan imbang saja mereka (tim-tim Malang) sangat kesulitan. Pernyataan itu bahkan ditulis di media. Hal ini tentunya sangat menyakiti dan menyulut sensitivitas suporter Malang yang merasa direndahkan (orang Surabaya) dan dianaktirikan (media terbesar Jatim). Terlebih, ada isu bahwa suporter Surabaya akan bertandang ke Malang. Merasa tertantang, Arema sudah siap mencegat Bonek di Lawang. Namun sampai pertigaan Karanglo, Singosari, Arema yang hendak ke utara dihalau dan ditangkapi polisi/Kodim. Akhirnya, sebagian suporter melampiaskan kemarahannya dengan memecahkan kaca-kaca mobil plat L. Sementara di Gajayana sendiri, bentuk perlawanan terhadap dedengkot Surabaya itu diwujudkan dalam spanduk-spanduk bertuliskan "Kalahkan Persebaya, Bungkam Mulut Besar Barmen dan Mudayat" atau "Barmen & Mudayat Haram Masuk Kota Malang".
4. Pemberitaan yang terkesan mengadu domba. Judul berita di media yang cukup berbau 'mengadu domba' pun juga sempat memicu perseteruan antar kedua suporter tim sepak bola Malang dan Surabaya itu. Seperti contohnya "Pemain Persebaya Dijadikan Sansak Hidup Pemain Persema" dalam laga Persema vs Persebaya, yang memang sebelumnya diprediksi akan panas menyusul pernyataan Barmen dan Mudayat. Dalam laga itu, Persema melakukan pemanasan di gawang selatan dan Persebaya di gawang utara. Setelah koin tost, ternyata posisinya berpindah (Persema ke utara, Persebaya ke selatan). Pada perpindahan itulah beberapa pemain Persema ada yang terlihat sengaja menabrak pemain Persebaya hingga ada yang terjatuh. Inilah yang ditulis media tersebut dengan "Pemain Persebaya Dijadikan Sansak Hidup Pemain Persema". Tentulah pemberitaan tersebut sanggup menyulut api kemarahan dan dendam pada arek-arek Surabaya, Ngalamers.
5. Pendahulu suporter sepakbola Malang yang bangga dicap "perusuh" dan "pemberani". Suporter sepakbola Malang pada akhir tahun 80-an dan awal 90-an masih berasal dari peleburan para geng-geng yang sebelumnya sangat gemar tawuran antar-kampung hingga cukup banyak memakan korban. Dengan dimediatori Bung Ovan Tobing, mereka akhirnya berdamai dan pada akhirnya menyatu dalam bendera "AREMA" (tanpa 'NIA'), yang artinya "Arek Malang". Merekalah yang akhirnya sangat setia mendukung tim asal Malang (baik Persema maupun Arema). Dengan latar belakang seperti itu, suporter Malang (masih) sangat bangga jika dicap "perusuh" dan "pemberani".

IMBANG DI UJI COBA , LEMAH PENYELESAIAN AKHIR

Kekuatan Arema U-21 untuk menjadi pelapis skuad senior Singo Edan tampaknya patut disangsikan. Menghadapi tim promosi Divisi Utama Pengcab PSSI Kota Malang, PS Ga...
nthari, tim asuhan Khoiful Ajid hanya mampu bermain imbang 2-2 (0-0).

Dalam uji coba yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan sore kemarin, tim U-21 yang dikombinasikan dengan sejumlah pemain senior tampak susah payah menahan imbang tim besutan Bambang Suryo tersebut.

Skuadra Singo Licek (julukan Arema U-21) sebenarnya langsung tampil menggebrak sejak wasit Munir meniup peluit kick off babak pertama. Gilang Dedik Permadi dkk terus menekan lawan lewat kombinasi serangan taktis yang dibangun lini per lini.

Lima menit laga berjalan, peluang pertama diciptakan winger kiri Lucky Ariawan melalui shooting dari luar kotak penalti. Sayang, tembakan pemain asal Kromengan itu masih bisa diblok kiper Ganthari.

Gagal dengan percobaan pertama, skuad junior Singo Edan semakin intensif menggempur pertahanan lawan. Kali ini memanfaatkan lebar lapangan dengan serangan menyisir sayap. Bila Lucky sudah mantap di kiri, justru winger kanan ditempati bergantian oleh Supriyadi dan Rochman Wicaksono demi menunjang pergerakan Indra Ari sebagai lone striker.

Namun, upaya Arema U-21 terus saja mentah karena lemahnya penyelesaian akhir alias finishing touch. Tak jarang serangan Okky Derry dkk terlalu mudah dipatahkan oleh benteng pertahanan lawan.

Sebaliknya, Ganthari FC lebih mengandalkan serangan balik untuk menggempur gawang Singo Licek yang dikawal Teguh Amirudin. Tak satupun gol tercipta hingga jeda turun minum. Kedua tim mengakhiri babak pertama dengan skor kacamata (0-0).

Pemain senior yang selama ini gabung latihan mulai dipasang di babak kedua. Mulai dari Richie Pravita Hari, Johan Ibo, Juan Revi, Benny Wahyudi dan Dendi Santoso.
Mereka dipadukan dengan penggawa U-21 lain seperti Dicho Kurniawan dan Supriyono.

Perombakan ini tak lantas membuat Singo Edan lebih beringas. Justru Ganthari yang mampu mencuri gol lebih dulu saat babak kedua berlangsung sembilan menit. Lolos pengawalan pemain belakang Arema, bomber Rachman Arie Yudha tanpa kesulitan melepaskan tembakan menyusur yang memperdaya penjaga gawang Teguh Ari.

Richard Abimanyu dkk langsung meningkatkan tempo serangan untuk menyamakan kedudukan. Namun lemahnya koordinasi antar lini justru membuat alur serangan terkesan berantakan.
Singo Edan menguasai permainan bukan karena apiknya kerjasama, melainkan hanya karena unggul kualitas teknik individu dibanding penggawa Ganthari.

Arema akhirnya baru bisa menyeimbangkan skor kala babak kedua memasuki menit ke-24.
Itupun lewat eksekusi penalti yang dijalankan dengan sempurna oleh Supriyadi. Tiga menit berselang, shooting keras Dendi Santoso salah diantisipasi oleh defender Ganthari sehingga bola justru masuk ke gawang sendiri.

Namun di saat pertandingan seolah bakal berakhir dengan skor 2-1 untuk kemenangan Arema, Ganthari justru mampu mencetak gol balasan di masa injury time lewat aksi Dedy . Skor 2-2 bertahan hingga wasit meniup peluit panjang.

Head coach Arema U-21 yang juga asisten pelatih skuad senior, Khoiful Ajid mengakui anak asuhnya lemah dalam hal penyelesaian akhir.
“Sebetulnya anak-anak yang main di babak pertama tampil lebih bagus dibanding mereka yang turun saat babak kedua. Maklum saja, di babak kedua ada banyak pemain senior yang jarang latihan bersama. Hanya saja anak-anak masih lemah dalam penyelesaian akhir, padahal banyak peluang,” terangnya usai pertandingan.

AREMA 2-2 PS Ganthari
- Supriadi
- Dendi Santoso
----------
- Rachman Arie
- Deddy

#Silver25Arema

Kamis, 02 Agustus 2012

Tiga Kiper Muda Arema Siap Bersaing

Yoewanto Stya Beny menjadi salah satu pemain debutan dalam skuad Singo Edan musim lalu. Penjaga gawang berusia 19 tahun tersebut muncul sebagai bintang anyar di tengah krisis penjaga gawang yang mendera klub berlogo kepala singa. Meski akhirnya harus puas menjadi pelapis seiring kehadiran Achmad Kurniawan dan Kurnia Meiga, namun namanya mulai diperhitungkan sebagai kiper masa depan Arema.

Namun, bukan perkara mudah bagi jebolan Akademi Arema itu untuk bertahan di skuad senior Singo Edan musim depan. Alumni Sociedad Anonimo Deportiva (SAD) Uruguay itu bakal mendapat pesaing ketat untuk mengamankan posisinya di tim utama. Pesaingnya tak lain adalah rekannya sesama jebolan Akademi Arema, yaitu Teguh Ari dan Teguh Amirudin.
...

Keduanya terlihat aktif mengikuti agenda latihan tim selama sepekan belakangan. Latihan tersebut memang dijadikan ajang seleksi bagi penggawa Arema U-21 untuk mengantongi tiket promosi ke skuad senior.

Setelah musim lalu batal dipromosikan ke skuad senior, namun penampilan keduanya saat ini dinilai banyak mengalami peningkatan. Utamanya Teguh Amirudin yang semusim dipinjamkan ke Persekam Metro FC. Apalagi kiper jangkung ini langsung dipercaya menjadi penjaga gawang Metro FC. “Performa mereka makin bagus,” puji Dwi Sasmianto.

“Kalau kans mereka gabung skuad senior, belum bisa saya jawab sekarang. Yang jelas harus diakui mereka tambah matang. Tinggal pengalaman tanding saja yang perlu ditambah,” urainya

Faktor jam terbang itulah yang membuat keduanya masih kalah dari Beny. Sekalipun seumuran, tapi Teguh Ari dan Teguh Amirudin belum memiliki pengalaman bertanding di level ISL. Sementara Beny sudah pernah main di lima pertandingan kasta tertinggi kompetisi nasional.

“Pengalaman tanding berhubungan dengan mental tanding mereka. Semakin tinggi jam terbang, semakin bagus untuk pembentukan mental tanding mereka. Nah, mental Beny bisa dibilang masih di atas dua rekannya itu karena faktor pengalaman tanding. Apalagi dia pernah lama berlatih di Uruguay,” beber Dwi.

Faktor jam terbang itulah yang membuat keduanya masih kalah dari Beny. Sekalipun seumuran, tapi Teguh Ari dan Teguh Amirudin belum memiliki pengalaman bertanding di level ISL. Sementara Beny sudah pernah main di lima pertandingan kasta tertinggi kompetisi nasional.

“Pengalaman tanding berhubungan dengan mental tanding mereka. Semakin tinggi jam terbang, semakin bagus untuk pembentukan mental tanding mereka. Nah, mental Beny bisa dibilang masih di atas dua rekannya itu karena faktor pengalaman tanding. Apalagi dia pernah lama berlatih di Uruguay,” beber Dwi. (MalangPost/Foto:Ongisnade)

Ahmad Bustomi lengkapi skuad Timnas Indonesia

Ahmad Bustomi akhirnya bergabung dengan timnas Indonesia dalam sesi latihan untuk menghadapi Valencia.
Bustomi merupakan satu dari beberapa pemain...
dari Indonesia Super League (ISL) yang bergabung dalam timnas kali ini. Bustomi menyusul pemain-pemain lain dari kompetisi ISL, yakni Bambang Pamungkas, Firman Utina, Ponaryo Astaman, dan M. Ridwan, yang sebelumnya telah bergabung dengan sejumlah pemain Indonesian Premier League (IPL). Para pemain ISL dan IPL tersebut lantas berbaur dalam sesi latihan yang digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Kamis
(2/8/2012) malam WIB. Sementara itu, Zulkifli Syukur dan Ricardo Salampessy tidak menghadiri latihan. Sedangkan kiper Kurnia Meiga dipastikan tidak datang dan telah digantikan oleh Endra Prasetya. Timnas Akan Andalkan Sektor Sayap Dalam latihan tersebut, timnas mengawalinya dengan membagi menjadi empat kelompok. Setelah itu, sesi dilanjutkan dengan game satu
lapangan penuh. Sesi ini dipergunakan timnas untuk mengasah kesiapan dan strategi untku menghadapi Valencia, Sabtu (4/8). Rencananya, tim besutan Nil Maizar itu akan menghadapi El Che dengan memaksimalkan kecepatan pemain sayap. "Kami tidak mungkin bermain terbuka. Jadi kami memaksimalkan peluang yang ada dengan menekan pertahanan Valencia melalui pemain sayap, Okto (Maniani), Tibo, Hendra Bayaw," ujar Nil usai latihan. Timnas sendiri pada awalnya harus berbagi lapangan dengan Valencia. Pasalnya sesi latihan klub Spanyol itu memakan waktu 30 menit lebih lama dari waktu yang ditentukan.

Bulan September, Kerangka Tim Arema Sudah Terbentuk

Di sela kesibukan menyiapkan rangkaian HUT ke-25 Arema, manajemen Arema nyatanya terus mengebut rapat evaluasi rapor pemain. Harapannya, keputusan sudah bisa diketok dalam waktu dekat. Paling lambat, minggu kedua bulan Agustus nanti, para pemain sudah mengetahui kelanjutan masa depannya bersama Arema.

Saat ini, manajemen sudah menyelesaikan hampir 90 persen evaluasi rapor pemain. Sisa 10 persen agaknya tidak membutuhkan waktu lebih lama lagi. Maka penantian harap-harap cemas Pemain bakal segera berakhir.
...

“Evaluasi masih berjalan tapi sudah hampir beres. Paling cepat akhir pekan ini bisa kita umumkan. Tapi, paling lambat minggu kedua Agustus bisa diketahui,” terang Manajer Media Officer Arema, Sudarmaji.

Manajemen menargetkan Arema sudah memiliki kerangka tim pada minggu kedua bulan September. Artinya, hanya akan ada waktu satu bulan untuk merekrut pemain bidikan.

“Target kita minggu kedua September sudah punya kerangka tim. Minimal sudah ada 18 atau 19 pemain lokal,” Ujar Sudarmaji

Asumsinya, bila sudah memiliki 19 pemain lokal maka tinggal melengkapi kuota lima pemain asing. Menilik optimisme manajemen untuk menggaet 19 pemain lokal dalam rentang waktu satu bulan, muncul indikasi saat ini manajemen sudah mengantongi nama-nama pemain buruan, bahkan bisa jadi sudah melakukan penjajakan.

Hingga saat ini, manajemen sendiri masih belum bersedia membocorkan siapa saja penggawa musim lalu yang memiliki kans besar untuk dipertahankan.

“Semua punya peluang. Untuk pemain bidikan juga sudah ada, namun kami memiliki strategi pendekatan yang tentu tidak bisa kami sampaikan. Yang jelas, manajemen tengah berupaya membentuk skuad yang tangguh agar Arema bisa meraih prestasi tertinggi musim depan,” pungkas Darmaji.

METEOR RAIN ON AUGUST , "BAKAR KOTA" SAMBUT ULTAH !

Menyambut ulang tahun perak Arema, Aremania merencanakan hujan meteor dalam aksinya. Aksi yang intinya menerbangkan puluhan kembang api dan flare ke penjuru langit kota Malang.

Bagaimana bisa?. Bisa kok, tengok kegilaan fans Hajduk Split ketika perayaan 100 tahun klub kesayangan mereka 1 tahun lalu. 11 Februari 2011
...

Ketika itu mereka sangat gila! Benar-benar luar biasa dukungan suporter fanatik Hajduk Split ini. Mereka merayakan 100 tahun ulang tahun klub kesayangan dengan cara 'membakar kota' Split dan Dubrovnik, Kroasia. Dan ini bukan hoax!

Klub Kroasia, Hajduk Split merayakan seabad usia klub pada hari Minggu, 13 Februari. Ultras Torcida, salah satu kelompok suporter Hajduk, konon yang tertua di Eropa, memberikan kado terbaik yang spektakuler -sekaligus gila- dengan pesta kembang api di kota Split, Dubrovnik, dan sekitarnya.

Sangat spektakuler, mengingat ini dilakukan oleh murni kelompok suporter. Lihat videonya di bawah ini:


Pada hari yang sama, Hajduk melakoni laga uji coba lawan Slavia Praha yang diikuti dengan sejumlah konser musik, tentunya menjadi bagian dari perayaan seabad salah satu klub terpopuler di tanah Balkan itu.

Dengan prestasi tujuh gelar juara liga Yugoslavia -sebelum Kroasia merdeka- enam titel Liga Kroasia, dan tiga perempat final Liga Champions, tentu ini bukan hanya pesta suporter Hajduk Split, tapi juga rakyat Kroasia.

Kegilaan ini bisakah dipraktekkan di ulang tahun perak Arema ?? Why Not !



♒♒ #25thAREMA l Silver Anniversary ♒♒
★★ SALAM SATU JIWA ★★

RIDHUAN - ALFARIZI KOLEM ALAMSHAH DI TAMPINES ROVERS

Masa jeda kompetisi yang lumayan lama membuat duo punggawa Arema punya inisiatif, dibantu dengan rekan yang sudah dianggap kakak mereka ikut latihan dengan tim luar negeri. Mereka adalah Alfarizi dan Muhammad Ridhuan. Dua pemain ini diajak oleh Noh Alamshah untuk berlatih bersama timnya Tampines Rovers.

Sejak kemarin, keduanya sudah berada di Singapura dan bertemu dengan Noh Alamshah. WEAREMANIA.net sendiri kemarin mengantarkan dua pemain Arema Indonesia yang diajak oleh Noh Alamshah latihan, dan baru saja sampai ke Singapura siang harinya.
...

Karena tujuannya untuk latihan, tentu saja hal ini disambut dengan kebanggaan oleh Alfarizi, "Saya bangga dan senang sekali berada disini, merasakan atmosfer dan suasana klub Singapura, terlebih saya bertemu dengan Noh Alamshah yang sudah saya anggap sebagai kakak saya sendiri," ujarnya.

Mereka akan berada di Singapura kurang lebih selama 10 hari, bisa lebih jika Tampines menginginkan mereka. Soal kontrak tentu saja tidak mungkin terjadi karena kompetisi di Singapura sudah dilakukan dan tidak mungkin regulasi disana dilanggar.

Sementara itu, selain Alfarizi juga ada Muhamamd Ridhuan yang latihan bersama klub lamanya Tampines Rovers, "Di sini (Singapura) saya aktif menjaga kondisi fisik, latihan disini sudah rutin. Terlebih saya sudah merindukan suasana Ramadhan di Singapura, Buka dan sahur bersama keponakan dan orang tua tentu menyenangkan. Malah saya ingin Alfarizi latihan bersama timnas Singapura yang lagi persiapan AFF 2012. Saya sendiri juga sedang persiapan di Tim Nasional," ujar Ridhuan kepada kami.

Latihan sendiri bakal dilakukan pada Jumat, (3/8) esok. Sedangkan untuk malam nanti, ada pertandingan Liga Singapura antara Tampines melawan Gombak United.

Dari Noh Alamshah diperoleh informasi memang dia ingin ada anak muda dari Malang ikut berlatih di Singapura, Jalinan kekeluargaan yang erat antar sesama pemain menjadi hal yang baik untuk mengembangkan kemampuan. "Saya senang karena akhirnya Alfarizi bisa datang kesini, dia bisa melihat cara latihan dan meningkatkan kondisi fisiknya, jarak Malang (Indonesia) dan Singapura sangat dekat. Semoga dia bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan baik," kata Noh Alamshah
Lihat Selengkapnya

Manajemen Arema Belum Nego Ulang Suharno

Kompetisi Indonesia Super League (ISL) sudah selesai dilakukan. Kali ini manajemen Arema melakukan evaluasi pada rapor pemain yang sampai sekarang masih dalam proses.

Evaluasi pemain ini perlu dilakukan untuk mengetahui siapa saja pemain yang akan dipertahankan atau justru pemain yang akan didepak. Selain evaluasi pemain, manajemen juga akan mengkaji dan melakukan evaluasi pada tim pelatih Arema musim 2011/2012.
...

Dalam susunan kepelatihan ada Suharno sebagai pelatih kepala, kemudian Joko Susilo, Kuncoro dan Khoiful Ajid sebagai asisten pelatih dan Dwi Sasmianto sebagai pelatih kiper. Jika melihat prestasi terutama yang telah diukir oleh Suharno, memang pantas mantan pelatih Persiwa ini mendapatkan perpanjangan kontrak.

Meski demikian sampai saat ini belum ada pembicaraan untuk memperpanjang kontrak tersebut. “Belum ada mas, saya sekarang masih melanjutkan tugas sampai kontrak habis Agustus ini,” ujar Suharno saat dihubungi ONGISNADE, Kamis (02/08).

Karena itulah Suharno saat ini lebih fokus untuk membantu tim pelatih lainnya memantau pemain muda Arema U-21 yang sudah beberapa hari ini melakukan latihan. “Saya membantu mas Joko memantau latihan pemain muda dan juga memberikan saran,” imbuh pelatih asal Klaten ini.

Saat ditanya apakah sudah ada tim lain yang menawar untuk memakai jasanya, Suharno enggan menjawab karena tak etis jika ia menyampaikan hal tersebut karena masih terikat kontrak dengan skuad Singo Edan. “Tak etis lah mas. Saya konsentrasi menyelesaikan tugas saya dulu saja,” pungkasnya. (Ongisnade.co.id)

Rabu, 01 Agustus 2012

Nilai Kontrak Pemain Harus Sesuai Dengan Skill

Kompetisi Indonesia Super League (ISL) musim ini telah selesai dilakukan. Meski belum jelas, namun PT Liga Indonesia menjamin kompetisi akan tetap ada musim depan.

Salah satu evaluasi yang perlu diperhatikan adalah masalah finansial yang selama ini membelit hampir semua tim yang berkompetisi di ISL. Karena itulah adanya Salary Cap (pembatasan gaji) menjadi solusi terbaik agar klub tak lagi terlilit masalah gaji.
...

Media Officer Arema , Sudarmaji mengungkapkan sebaiknya klub-klub diberi bekal oleh PT LI bagaimana cara mengelola potensi klub agar tidak kembang kempis di tengah jalan. “Banyak klub yang kadang tidak mampu menghitung kebutuhan kedepan atau business plan, berapa belanja pemainnya,” katanya.

Banyak klub, katanya kurang mampu mengeksloitasi potensi ekonominya. Untuk itu perlu diberi wawasan, inovasi dan terobosan tentang bagaimana mengelola sumber ekonomi klub.

“Mungkin sudah seringkali salary cap (pembatasan gaji) itu diusulkan, dan selalu berakhir dengan wacana, sebenarnya bagi kami bukan salary cap yang penting, tapi komitmen dan penyadaran terhadap klub termasuk pemain tentang kualitas finansial keduanya,” harap mantan wartawan ini.

Ia berujar, sebenarnya klub dan pemain sama-sama punya aset. Klub dengan kompetisinya, sementara pemain memiliki keunggulan skill. “Pemain harus tahu harganya, ada pemain yang kurang mampu menaksir harga sesuai skill yang dimiliki,” tandasnya.

“Akibatnya banyak kejadian pemain memasang tarif tinggi, tapi klub tidak mampu bayar. Karena itu sebenarnya menarik ada sejumlah penelitian tentang manajemen aset, untuk menghitung potensi klub dan pemain sendiri, itu yang harus ada formulanya,” pungkas Sudarmaji.